MAKALAH
PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA
PENEGAKAN HAM
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Salah Satu Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Universitas
Jenderal Soedirman
DISUSUN
OLEH :
Nama : Ahmad Ihlas Nurkarim
NIM :
C0A014036
UNIVERSITAS
JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
ADMINISTRASI
KEUANGAN
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur
penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya makalah yang
berjudul "Peran mahasiswa dalam penegakan ham". Atas
dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Sukirman, selaku dosen
pengampu mata kuliah pendidikan Kewarganegaraan
kami yang telah memberikan arahan bimbingan dan masukan sehingga makalah ini
dapat terselesaikan.
2. Teman-teman
prodi Administrasi Keuangan, terima kasih atas bantuan, diskusi dan masukannya.
3. Seluruh
staf pengajar pada program studi Administrasi Keuangan atas ilmu dan perhatian
yang telah diberikan.
4. Seluruh
pengelola perpustakaan Universitas Jenderal Soedirman atas dukungan literature,
referensi dan bantuan yang telah diberikan.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah.
Purwokerto,
28 September 2014
Ahmad Ihlas Nurkarim
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................................i
DAFTAR
ISI.....………………………………………………………………………...….ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah
......................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan…….................................................................................................2
1.4 Manfaat
Penulisan......................................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hak Asasi Manusia ……………………..................................................3
2.2 Sejarah Lahirnya
HAM....................………..............................................................4
2.3 Perkembangan
dan upaya penegakan HAM di Indonesia.........................................5
2.4 Peran
Mahasiswa dalam Penegakan HAM………………………………………..11
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan....................................................................................................................16
3.2
Saran..............................................................................................................................16
DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................................17
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia
yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga, dan dilindungi. hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah
merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi
keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu
juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah
(Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer), dan negara.
Bangsa
Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami kesengsaraan dan penderitaan
yang disebabkan oleh penjajahan. Oleh sebab itu Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 mengamanatkan ‘’bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan
di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan’’. Bangsa Indonesia bertekad ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial yang pada
hakikatnya merupakan kewajiban setiap bangsa, sehingga bangsa Indonesia
berpandangan bahwa hak asasi manusia tidak terpisahkan dengan kewajibannya.
Dalam kehidupan ini memang sudah di kodratkan bahwa manusia telah di bekali
hak-hak sebagai mana hakekat HAM itu sendiri oleh Allah SWT. Pada dasarnya hak
sebgai manusia yang patut di junjung tinggi sangatlah banyak. Dan kita sebagai
mahasiswa mempunyai peran dalam upaya penegakan HAM di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Dari Latar belakang di atas, dapat
di ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian Hak Asasi Manusia ?
2. Bagaimana
Sejarah Lahirnya HAM ?
3. Bagaimana
perkembangan dan upaya penegakan HAM di Indonesia ?
4. Apa
Peran Mahasiswa dalam Penegakan HAM ?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah :
1. Mengetahui
pengertian Hak Asasi Manusia.
2. Mengetahui
Sejarah Lahirnya HAM.
3. Mengetahui
perkembangan dan upaya penegakan HAM di indonesia.
4. Mengetahui
Peran mahasiswa dalam Penegakan HAM.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil dari
penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada semua pihak,
khususnya kepada mahasiswa agar memahami dan mengaplikasikan upaya penegakan
HAM ke dalam kehidupan sehari-hari dan dapat mengetahui peran mahasiswa dalam
upaya penegakan HAM. Manfaat lain dari penulisan makalah ini adalah sebagai
tugas dari Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Tentang Hak Asasi Manusia
Istilah Hak Asasi Manusia dalam
beberapa bahasa asing dikenal dengan sebutan droit de l’home (perancis), yang
berarti hak manusia, Human Rights (Inggris) atau mensen rechten (Belanda) yang
dalam bahasa Indonesia disalin menjadi hak-hak kemanusian atau hak-hak asasi
manusia. Hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia
secara kodrati, universal, dan abadi sebagai anugerah yang diberikan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Hak- hak seperti hak untuk hidup, hak berkeluarga, hak untuk
mengembangkan diri, hak keadilan, hak kemerdekaan, hak berkomunikasi, hak
keamanan, dan hak kesejahteraan merupakan hak yang tidak boleh diabaikan atau
dirampas oleh siapapun, seperti yang tercantum pada rumusan hak asasi manusia
sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Piagam Hak Asasi
Manusia vide Tap MPR No. XVII/MPR/1998.
Hak asasi manusia (HAM) pada
hakekatnya merupakan hak kodrati yang secara inheren melekat dalam setiap diri
manusia sejak dilahirkan. Pengertian ini mengandung arti bahwa HAM merupakan
karunia dari yang maha kuasa kepada
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah
hak-hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak
dapat hidup layak sebagai manusia. Hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki
manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya, atau
kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Hak Asasi bersifat umum
(universal), karena diyakini beberapa hak dimiliki tanpa perbedaan atas bangsa,
ras, agama, atau jenis kelamin. Dasar dari hak asasi, bahwa manusia harus
memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.
Hak Asasi manusia bersifat supralegal, artinya tidak bergantung kepada
adanya suatu Negara atau undang-undang dasar, maupun kekuasaan pemerintah,
bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi, karena hak asasi manusia dimiliki
manusia bukan karena kemurahan atau pemberian pemerintah, melainkan Karena
berasal dari sumber yang lebih tinggi. Disebut HAM karena melekat pada
eksistensi manusia, yang bersifat universal, merata dan tidak dapat dialihkan.
Untuk
menyamakan persepsi terhadap beberapa istilah yang di temukan dalam masalah HAM
dan sekaligus menghindarkan timbulnya penafsiran sepihak, maka pengertian-pengertian
tentang HAM di angkat langsung dari rumusan-rumusan Undang-Undang No. 39 tahun
1999 sebagai berikut.
a. Hak
Asasi Manusia adalah Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib di hormati, di junjung tinggi dan di lindungi oleh Negara, hukum,
pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
b. Kewajiban
dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak di laksanakan,
tidak memungkinkan terlaksanakan dan tegaknya hak asasi manusia.
c. Pelanggaran
hak asasi manusia adalah sikap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat Negara baik di sengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara
melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi
manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini tidak
mendapatkan atau di khawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
2.2.
Sejarah HAM
Sejarah HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II.
Dan, negara-negara penjajah berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan daripada
penjajahan, sehingga pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep "Declaration
of Human Rights" (DUHAM) pada tahun 1948. Semula Konsep HAM ini secara
sukarela dijual ke semua negara yang sedang berkembang atau negara bekas
jajahan namun tidak banyak mendapat respon. Banyak negara tidak bersedia
menandatangani "Declaration of Human Rights". Hak Asasi Manusia (HAM)
dilahirkan oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin Eleanor Roosevelt, dan pada 10
Desember 1948 secara resmi diterima oleh PBB sebagai “Universal Declaration of
Human Rights”. Universal Declaration of Human Rights (1948) memuat tiga puluh
pasal, menjelaskan hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan kebudayaan yang
fundamental yang harus dinikmati oleh manusia di dunia ini.Hal itu sesuai
dengan pasal 1 piagam PBB, menegaskan salah satu tujuan PBB adalah untuk
mencapai kerjasama internasiomal dalam mewujudkan dan mendorong penghargaan
atas hak-hak asasi manusia dan kemerdekaan yang mendasari bagi semua orang,
tanpa membedakan suku bangsa, kelamin, bahasa maupun agama. Pada awalnya
deklarasi ini hanya mengikat secara formal dan moral anggota PBB, tetapi sejak
1957 dilengkapi 3 (tiga) perjanjian :
1.
International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights
2.
International Covenant em civil and political rights
3.
Optional Protocol to the International covenant on civil and Political Rights
Ketiga
dokumen tersebut diterima Sidang Umum PBB 16 Desember 1966, dan kepada anggota
PBB diberi kesempatan untuk meratifikasinya. Setiap Negara
yang meratifikasi dokumen tersebut, berarti terikat dengan ketentuan
dokumen tersebut. Kovenan tersebut bertujuan memberi perlindungan atas
hak-hak (rights) dan kebebasan (freedom) pribadi manusia.
Setiap
Negara yang meratifikasi kovenan tersebut, menghormati dan menjamin semua
individu di wilayah kekuasaannya, dan mengakui kekuasaan pengadilan hak-hak
yang diakui dalam kovenan tersebut, tanpa membedakan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, pendapat politik, asal-usul kebangsaan atau social,
harta milik, kelahiran atau status lainnya. Meskipun telah disepakati secara
aklamasi oleh sejumlah anggota PBB, baru 10 tahun kemudian perjanjian itu dapat
diberlakukan. Ini disebabkan pada tahun 1976, baru 35 negara bersedia
meratifikasi. Bahkan tidak berbeda dengan Indonesia, Negara yang merasa dirinya
champion dalam hak asasi manusia seperti USA dan Inggris hingga awal decade
1990-an belum meratifikasi kedua kovenan tersebut.
2.3.
Perkembangan dan Upaya Penegakan HAM
di Indonesia
Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia
1.
Periode
Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
·
Boedi
Oetomo Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan
adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi
yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat
kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan
berserikat dan mengeluarkan pendapat.
·
Perhimpunan
Indonesia Lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
·
Sarekat
Islam Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan
bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
·
Partai
Komunis Indonesia Sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong
pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan
dengan alat produksi.
·
Indische
Partij Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan
kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
·
Partai
Nasional Indonesia Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
·
Organisasi
Pendidikan Nasional Indonesia Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk
mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan
berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam
penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi
perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan
Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM
yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan
kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk
memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk
mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
2.
Periode
Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
a.
Periode
1945 – 1950
Pemikiran
HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan
untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan
untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah
mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk
kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM
pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1
November 1945.Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk
mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah
tanggal 3 November 1945.
b.
Periode
1950 – 1959
Periode
1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang
sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi
liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik.
Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada
periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan.
Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama,
semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing
– masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi
berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat,
parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat
menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol
yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang
HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang
memberikan ruang kebebasan.
c.
Periode
1959 – 1966
Pada
periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin
sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada
sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan
presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan
inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran
infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak
asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.
d.
Periode
1966 – 1998
Setelah
terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk
menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar
tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM,
pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada
tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya
hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu
pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad
Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak –
hak Asasi Manusia dan Hak – hak serta KewajibanWarga negara. Sementara itu,
pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM
mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan
ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap
defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran
barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin
dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM
sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan
dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini
berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara –
Negara Barat untuk memojokkan. Negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia.Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan
kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama
dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan
masyarakat akademisi yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan
oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait
dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung
Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang
dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an Nampak memperoleh hasil
yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif
dan defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan
dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan
penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM
) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini
bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta member pendapat,
pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
e.
Periode
1998 – sekarang
Pergantian
rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada
pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan
dengan pemajuan dan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan
perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan
ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut
menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait
dengan penegakan HAM diadopsi dari hokum dan instrument Internasional dalam
bidang HAM. Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap
yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada
tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang–undangan tentang
HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( UUD 1945), ketetapan MPR ( TAP MPR ),
Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang–undangan
lainnya.
Pada masa
menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi banyak
sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung
penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari
segala peristiwa yang terjadi sebelumnya. Pada masa pemerintahan yang sangat
represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak tahu di mana rimbanya.
Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-tangan penguasa
pada waktu itu. Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia
juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan terhadap
rakyat sipil. Semuanya berlangsung secara sporadic dan sangat massif pada waktu
itu. Karena institusi hukum telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat
yang digunakan untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut. Bahkan
ketika masa reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih
segar dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara mendadak dalam
perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya ditemukan racun jenis arsen yang
melewati ambang batas normal. Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.
Penegakan HAM tidak akan berjalan sesuai dengan yang kita inginkan. jika
saja kita sendiri sebagai manusia yang telah dikodrat atas semua hak tidak ada
upaya-upaya untuk penegakan HAM. Oleah sebab itudiperlukannya upaya-upaya
penegakan HAK-HAK, Yang mana hal ini adalah bentuk perwujudan sikap responisasi
terhadap HAM di indonesia. Namun dalam proses penegakan HAM itu sendiri
pasitnya ada hambatan- hambatan yang menghalang.
·
Hambatan HAM dalam penegakan hukum.
a.
Budaya paternalistik.
Budaya ini
masih sebagian besar melekat pada
masyarakat indonesia. Contoh: Penduduk masayarakat pedesean yang patuh dan taat
terhadap sosok pemimpin suku/ adat. Walaupun pernyataan nya tidak sesuai dengan
HAM, namun karena diucapkan oleh pemimpin karismatik, lalu dianggap benar.
b.
Kesadaran hukum yang rendah.
Kesadaran
hukum yang rendah juga sangat mempengaruhi, hal ini mengakibatkan ke engganan
masyarakat untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran HAM. Di sebabkan karena
mereka tidak ingin mencampuri urusan orang lain.
c.
Budaya loyalitas.
Budaya ini
menyangkut tentang suatu sikap kesetiaan/ loyalitas yang konotasinya sangat lah
negatif, Yakni kepatuhan yang berlebihan.
d.
Kesenjangan antara teori dan praktik hukum.
Walaupun
teori hukum yang kita miliki belum sempurna, namun seharusnya sudah bisa
diminimalkan. Tetapi dalam praktik belum tentu terlihataturan-aturan yang baik.
·
Upaya penegakan / peningkatan perlindungan HAM.
a.
Kebijakan
Menata
sistem hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan rasa
perpadu, kepastian hukum dan penghormatan HAM.
b.
Strategi
Secara
bertahap memperbaharui / membuat produk hukum nasional yang tidak bertentangan
sengan prinsip penghormatan dan perlindungan.
·
Upaya-upaya
a. Sosialisasi
HAM dan hukum.
b. Menyebarluaskan
brosur-brosur tentang HAM.
c. Meningkatkan
pengawasan terhadap HAM, melalui media-media caetak/elektronik, ormas/ LSM.
d. Melaksanakan
peradilan HAM secara transparan.
2.4.
Peran
Mahasiswa Dalam Penegakan HAM
·
Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh para pelajar
dalam menegakkan hak asasi manusia antara lain sebagai berikut. :
a. Mengecam
tindakan-tindakan yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Misalnya dalam bentuk tulisan yang dipublikasikan melalui majalah sekolah,
surat kabar, dan bisa dikirim ke lembaga pemerintah atau pihak-pihak terkait.
Bisa juga ditulis dalam bentuk poster dan demonstrasi secara tertib.
b. Mendukung
upaya lembaga yang berwenang untuk menindak secara tegas pelaku pelanggaran
HAM. Misalnya mendukung upaya negara untuk menindak tegas para pelakunya dengan
menggelar peradilan HAM dan mendukung upaya penyelesaian melalui lembaga
peradilan HAM internasional, apabila peradilan HAM yang dilakukan suatu negara
mengalami jalan buntu.
c. Mendukung
dan ikut serta dalam setiap upaya yang dilakukan pemerintah dan masyarakat
untuk memberikan bantuan kemanusiaan. Bantuan kemanusiaan itu bisa berbentuk
makanan, pakaian, obat-obatan atau tenaga medis. Partisipasi bisa berwujud
dalam usaha menggalang pengumpulan dan penyaluran berbagai bantuan kemanusiaan.
d. Mendukung upaya terwujudnya jaminan restitusi,
kompensasi, dan rehabilitasi bagi para korban. Restitusi merupakan ganti rugi
yang dibebankan bagi para pelaku baik untuk korban atau keluarganya. Jika
restitusi dianggap tidak mencukupi, maka harus diberikan kompensasi, yaitu
kewajiban negara untuk memberikan ganti rugi bagi para korban atau keluarganya.
Di samping restitusi dan kompensasi, korban juga berhak mendapat rehabilitasi.
Rehabilitasi bisa bersifat psikologis, medis, dan fisik. Rehabilitasi
psikologis, misalnya berupa pembinaan kesehatan mental untuk terbebas dari
trauma, stres, dan gangguan mental yang lain. Rehabilitasi medis yaitu berupa
jaminan pelayanan kesehatan. Sedangkan rehabilitasi fisik dapat berupa
pembangunan kembali sarana dan prasarana, seperti perumahan, air minum,
perbaikan jalan, dan lain-lain.
Selain
keempat cara tersebut, kita juga dapat melakukan cara yang lain, seperti
melaporkan setiap pelanggaran HAM kepada aparat yang berwenang. Serta dengan
menyebarluaskan pemahaman HAM kepada masyarakat luas.
·
Kedudukan dan Peran Mahasiswa
Berbicara
mengenai kedudukan, bukan berarti duduk dalam
sebuah kursi panas yakni menjadi seorang pemimpin dari suatu gerakan aktivis
tertentu dalam membela HAM. Lalu apa maksudnya kedudukan mahasiswa dalam
menegakkan HAM? Kedudukan pertama-tama berarti mahasiswa mengenal baik “siapa
mereka sebenarnya”. Pertanyaan ini boleh juga dijadikan sebagai pertanyaan
relektif atas diri setiap para mahasiswa, baik secara pribadi, maupun sebagai
kelompok tertentu. “Siapakah engkau mahasiswa”.
Dengan bertanya dan merefleksikan hal yang demikian, maka setiap mahasiswa akan sadar, dimana letak dan kedudukan serta peran mereka dalam menegakkan HAM itu sendiri. Kembali pada realita bahwa selama ini, peran mahasiswa yang paling nyata dalam menegakkan HAM ada dalam tindakan demo bersama. Pergi kesana-kemari hanya untuk menyuarakan sesuatu yang tidak ada kepastiannya. Oleh karena itu timbul pertanyaan, apakah dengan melakukan demo, maka segalanya akan segera berubah sesuai dengan yang diharapakan. Pertanyaan ini tidak bisa dijawab, kecuali realita yang menyatakannya kembali dalam hidup masyarakat sehari-hari. Banyak mahasiswa yang telah menyelesaikan masa studinya pada universitas tertentu, mendapat gelar sarjana atau apapun, akan tetapi akhirnya apa yang terjadi. Mereka sebagian besar pengangguran, hidupnya ternyata tidak lebih baik dari apa yang diharapkan sebelum memasuki dunia universitas. Sementara selama masa pendidikan, mereka sangat aktif dalam gerakan-gerakan membela HAM, dengan melakukan demo, atau apapun lainnya, tetapi hasil dari perjuangan itu tidak tampak dalam hidupnya. Bahkan persoalan-persoalan mengenai HAM semakin meraja lela, akibat dari penganguran besar-besaran. Dan yang terjadi bukan lagi saling menghargai sebagai orang yang berpendidikan, tetapi saling membunuh secara tidak langsung, demi mempertahankan kelangsungan hidup sehari-hari.
Sehingga dengan demikian, kita sebagai mahasiswa perlu bertanya kembali ke dalam diri kita masing-masing, apa yang salah, apa yang kurang saat ini, sehingga kita semua, khusunya para mahasiswa perlu membenahi diri lebih awal dan lebih baik lagi, sebelum terjun ke dunia yang lebih nyata, yakni masyarakat luas dimana tempat kita melanjutankan kehidupan ini. Inilah sebuah pertanyaan yang sangat baik untuk direfleksikan kembali. Kiranya yang merasa diri telah berupaya menegakkan HAM, atau yang bahkan saat ini masih gencar-gencarnya melakukan pembelaan HAM dengan melakukan demo-demoan atau dengan bentuk lainnya, segera menyadari bahwa cara atau sistem yang telah atau sedang dilakukan, ternyata kurang sesuai dengan hakekat atau keberadaan kita sebagai seorang mahasiswa. Sekali lagi bahwa tindakan demo bukanlah hal yang salah dan negatif. Akan tetapi tindakan yang demikian sudah kurang tepat lagi untuk zaman sekarang ini. Boleh saja melakukan demo-demoan, tetapi intinya adalah bertanya kembali, apa dan mengapa melakukan demo. Dan bertanya lagi apakah dengan melakukan ini (demo), akan membawa suatu perubahan kecil dalam hidup masyarakat, atau malah membuat masyarakat sekitar semakin resah dengan tindakan kita, dan sebagainya.
Menurut pengalaman penulis, bahwa ketika seorang atau sekelompok mahasiswa ternyata berhasil dalam melakukan sebuah tugas atau pekerjaan, sering kali secara tidak sadar dan secara tidak langsung, membawa pada pengakuan diri dan lebih-lebih lagi akan merasa “sok jagoan”, dan berkata bahwa “aku bisa atau kami lebih hebat”. Dengan prinsip yang demikian, ternyata membawa orang juga pada sikap ego (ke”aku”an) dan memiliki sifat individualistis (bukan lagi berkata “kita bersama”). Sikap demikian pada akhirnya akan menciptakan suasana yang tidak lagi saling menghargai, menghormati, saling membutuhkan sebagai sesama manusia, melainkan persaingan yang tidak sehat yang hanya untuk memenuhi kepentingan diri atau kelompok sendiri. Dan bila hal ini tidak disadari sejak awal masa pendidikan sebagai mahasiswa, maka akan membawa wajah HAM Indonesia semakin tidak berbentuk lagi dan bahkan hancur berkeping-keping di mata dunia internasional, sebab yang terjadi adalah adanya hukum rimba antar masyarakatnya sendiri. Satu langkah konkrit, kecil dan sederhana. Jika ternyata apa yang diharapkan bersama yakni HAM hendaknya berjalan sesuai dengan semestinya, tetapi yang terjadi adalah kerusuhan, keributan, pembunuhan dan sebagainya, dan juga setiap mahasiswa telah berupaya untuk menegakkan HAM tersebut, telah melakukan demo di sana-sini, atau dengan berbagai cara lain, lalu bagaimana cara untuk tetap mempertahankan HAM tersebut. Penulis mengajak semua mahasiswa untuk melakukan satu langkah kecil, sederhana dan konkrit, sesuai dengan hakekat (keberaaan) kita sebagai seorang mahasiswa. Langkah kecil dan sederhana itu tidak lain adalah pertama-tama sadar bahwa kita seorang mahasiswa. Kita bukanlah penegak hukum, atau pengacara, atau seorang pemimpin yang hebat. Dengan kesadaran ini, kita akan mengetahui juga bahwa tugas dan tanggung jawab kita pertama-tama adalah seorang “pelajar yang belajar”. Inilah hakekat, kedudukan dan peran kita sebagai mahasiswa yakni “pelajar yang belajar” yang membela dan menegakkan HAM. Apa artinya seorang “pelajar yang belajar”. Sebenarnya pertanyaan ini tidak sulit di jawab, tetapi ada baiknya kita melihat kenyataan hidup seorang pelajar di sekitar kita masing-masing. Sebagian besar pelajar di zaman sekarang ini, lebih banyak menghabiskan waktu mereka di dunia maya, seperti facebook-an, twitter-an, atau lain sebagainya. Atau seperti di kota-kota besar, sebagian pelajar menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan ke tempat hiburan bersama dengan teman-teman yang lain, pergi ke mall dengan maksud bukan untuk membeli suatu kebutuhan atau keperluan lain, tetapi hanya untuk jual tampang, sambil memakai pakaian yang kurang sesuai dengan yang semestinya di Indonesia. Dan ini jugalah yang menjadi salah satu penyakit yang sangat sulit disembuhkan untuk setiap mahasiwa zaman sekarang ini adalah budaya gengsi. Menurut pengamatan penulis bahwa hampir sebagaian besar mahasiswa sangat sulit untuk menampilkan diri apa adanya. Mereka semua lebih membanggakan diri mereka dengan segala kecantikan, dan kegantengannya, yang didukung juga dengan kemajuan alat-alat elektronik canggih yang mereka miliki. Tetapi sangat disayangkan bahwa penampilan hanyalah tinggal penampilan semu. Sebab mereka yang demikian tidak mengetahui apa sebenarnya yang lebih utama dalam hidup dan masa depannya. Dan yang lebih parahnya lagi, yakni ketika menjelang ujian, banyak mahasiswa yang melakukan sistem SKS (sistem kebut semalam), atau juga saling mencontek satu sama lain, hanya untuk mengejar nilai. Sementara arti dari belajar bukanlah terletak pada sebuah nilai yang bagus, tetapi belajar pada umumnya berarti sebagai suatu kesempatan untuk mengetahui apa yang selama ini belum diketahui. Dan setelah mengetahuinya, berusaha untuk menerapkan dan membagikan apa yang dipelajari itu dalam kehidupan sehari-hari. Inilah arti seorang pelajar yang belajar. Belajar bukan hanya untuk sekedar nilai, tetapi belajar untuk memperoleh sesuatu yang lebih berguna dalam mencapai masa depan yang lebih cerah. Hal inilah yang perlu kita sadari, kita benahi kembali, yakni dengan belajar yang lebih serius lagi. Karena belajar sebagai seorang mahasiswa, merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab kita sebagai seorang mahasiswa dan merupakan sebuah usaha dan perbuatan kita yang lebih nyata, dan sederhana dalam menegakkan HAM. Karena pada akhirnya, kita akan lebih mampu mengubah wajah Indonesia. Bahkan bukan lagi hanya sebatas persoalan HAM, tetapi juga dimensi-dimensi lain dalam segala seluk beluk kehidupan masyarakat Indonesia, misalnya keamanan dan kesejahteraan dalam setiap lapisan masyarakat. Semua mahasiswa tanpa kecuali, merupakan tulang punggung negara kita ini. Jika mahasiswa itu belum dan tidak mau sadar akan tugas dan panggilannya sebagai mahasiswa, yakni belajar, maka akan kembali kepertanyaan yang seperti dinyanyikan oleh salah satu band sekarang ini (Armada band) dengan lirik yang berbeda “mau dibawa kemana bangsa Indonesia ini. Atau kepada setiap mahasiswa sendiri, apa yang kamu cari sebagai seorang mahasiswa, dengan sikap gengsimu yang terlalu tinggi. Mungkin barangkali ada yang berkata, jika kita belajar terus menerus di bangku kuliah, yang terjadi adalah seolah-olah kita menutup mata akan setiap persoalan-persoalan yang terjadi, termasuk persoalan HAM. Bagaimana mungkin kita bisa membela HAM dengan belajar, tanpa ada suatu perbuatan atau tindakan!. Bila dilihat secara sepintas, memang akan menimbulkan kesan tidak berbuat apa-apa. Tetapi perlu diketahui bahwa belajar dalam artian bukan hanya mempelajari setiap mata pelajaran waktu kuliah, melainkan belajar dalam banyak hal. Seorang mahasiswa pertama-tama harus berani bersembunyi dalam pergulatan belajar, tidak menyia-nyiakan waktu atau masa pendidikan sebagai kesempatan untuk berfoya-foya. Atau sebagai kesempatan untuk menghabiskan harta orang tua yang hanya memiliki prinsip “yang penting kuliah”, tanpa pernah memperhatikan apa yang menjadi prioritas dari seorang mahasiswa. Dengan kesadaran sebagai mahasiswa yang belajar, justru nyatalah perbuatan dan usaha kita secara konkret dalam menegakkan HAM. Inilah satu langkah kecil dan sederhana dan yang sangat konkret bagi kita sebagai mahasiswa. Belajar dalam artian juga bukan hanya sekedar memperoleh IP tertinggi dalam suatu fakultas tertentu, tetapi bagaimana kita mampu menghidupi apa yang kita pelajari itu dalam hidup keseharian kita. Sehingga dengan kata lain, belajar bukan hanya untuk mengejar sebuah nilai, tetapi belajar menjadikan hidup kita menjadi lebih baik, sehingga pada akhirnya mampu membangun kembali masa depan yang lebih baik, baik untuk masa depan pribadi, juga bagi masa depan sesama. Dan terutama bagi masa depan masyarakat Indonesia.
Dengan bertanya dan merefleksikan hal yang demikian, maka setiap mahasiswa akan sadar, dimana letak dan kedudukan serta peran mereka dalam menegakkan HAM itu sendiri. Kembali pada realita bahwa selama ini, peran mahasiswa yang paling nyata dalam menegakkan HAM ada dalam tindakan demo bersama. Pergi kesana-kemari hanya untuk menyuarakan sesuatu yang tidak ada kepastiannya. Oleh karena itu timbul pertanyaan, apakah dengan melakukan demo, maka segalanya akan segera berubah sesuai dengan yang diharapakan. Pertanyaan ini tidak bisa dijawab, kecuali realita yang menyatakannya kembali dalam hidup masyarakat sehari-hari. Banyak mahasiswa yang telah menyelesaikan masa studinya pada universitas tertentu, mendapat gelar sarjana atau apapun, akan tetapi akhirnya apa yang terjadi. Mereka sebagian besar pengangguran, hidupnya ternyata tidak lebih baik dari apa yang diharapkan sebelum memasuki dunia universitas. Sementara selama masa pendidikan, mereka sangat aktif dalam gerakan-gerakan membela HAM, dengan melakukan demo, atau apapun lainnya, tetapi hasil dari perjuangan itu tidak tampak dalam hidupnya. Bahkan persoalan-persoalan mengenai HAM semakin meraja lela, akibat dari penganguran besar-besaran. Dan yang terjadi bukan lagi saling menghargai sebagai orang yang berpendidikan, tetapi saling membunuh secara tidak langsung, demi mempertahankan kelangsungan hidup sehari-hari.
Sehingga dengan demikian, kita sebagai mahasiswa perlu bertanya kembali ke dalam diri kita masing-masing, apa yang salah, apa yang kurang saat ini, sehingga kita semua, khusunya para mahasiswa perlu membenahi diri lebih awal dan lebih baik lagi, sebelum terjun ke dunia yang lebih nyata, yakni masyarakat luas dimana tempat kita melanjutankan kehidupan ini. Inilah sebuah pertanyaan yang sangat baik untuk direfleksikan kembali. Kiranya yang merasa diri telah berupaya menegakkan HAM, atau yang bahkan saat ini masih gencar-gencarnya melakukan pembelaan HAM dengan melakukan demo-demoan atau dengan bentuk lainnya, segera menyadari bahwa cara atau sistem yang telah atau sedang dilakukan, ternyata kurang sesuai dengan hakekat atau keberadaan kita sebagai seorang mahasiswa. Sekali lagi bahwa tindakan demo bukanlah hal yang salah dan negatif. Akan tetapi tindakan yang demikian sudah kurang tepat lagi untuk zaman sekarang ini. Boleh saja melakukan demo-demoan, tetapi intinya adalah bertanya kembali, apa dan mengapa melakukan demo. Dan bertanya lagi apakah dengan melakukan ini (demo), akan membawa suatu perubahan kecil dalam hidup masyarakat, atau malah membuat masyarakat sekitar semakin resah dengan tindakan kita, dan sebagainya.
Menurut pengalaman penulis, bahwa ketika seorang atau sekelompok mahasiswa ternyata berhasil dalam melakukan sebuah tugas atau pekerjaan, sering kali secara tidak sadar dan secara tidak langsung, membawa pada pengakuan diri dan lebih-lebih lagi akan merasa “sok jagoan”, dan berkata bahwa “aku bisa atau kami lebih hebat”. Dengan prinsip yang demikian, ternyata membawa orang juga pada sikap ego (ke”aku”an) dan memiliki sifat individualistis (bukan lagi berkata “kita bersama”). Sikap demikian pada akhirnya akan menciptakan suasana yang tidak lagi saling menghargai, menghormati, saling membutuhkan sebagai sesama manusia, melainkan persaingan yang tidak sehat yang hanya untuk memenuhi kepentingan diri atau kelompok sendiri. Dan bila hal ini tidak disadari sejak awal masa pendidikan sebagai mahasiswa, maka akan membawa wajah HAM Indonesia semakin tidak berbentuk lagi dan bahkan hancur berkeping-keping di mata dunia internasional, sebab yang terjadi adalah adanya hukum rimba antar masyarakatnya sendiri. Satu langkah konkrit, kecil dan sederhana. Jika ternyata apa yang diharapkan bersama yakni HAM hendaknya berjalan sesuai dengan semestinya, tetapi yang terjadi adalah kerusuhan, keributan, pembunuhan dan sebagainya, dan juga setiap mahasiswa telah berupaya untuk menegakkan HAM tersebut, telah melakukan demo di sana-sini, atau dengan berbagai cara lain, lalu bagaimana cara untuk tetap mempertahankan HAM tersebut. Penulis mengajak semua mahasiswa untuk melakukan satu langkah kecil, sederhana dan konkrit, sesuai dengan hakekat (keberaaan) kita sebagai seorang mahasiswa. Langkah kecil dan sederhana itu tidak lain adalah pertama-tama sadar bahwa kita seorang mahasiswa. Kita bukanlah penegak hukum, atau pengacara, atau seorang pemimpin yang hebat. Dengan kesadaran ini, kita akan mengetahui juga bahwa tugas dan tanggung jawab kita pertama-tama adalah seorang “pelajar yang belajar”. Inilah hakekat, kedudukan dan peran kita sebagai mahasiswa yakni “pelajar yang belajar” yang membela dan menegakkan HAM. Apa artinya seorang “pelajar yang belajar”. Sebenarnya pertanyaan ini tidak sulit di jawab, tetapi ada baiknya kita melihat kenyataan hidup seorang pelajar di sekitar kita masing-masing. Sebagian besar pelajar di zaman sekarang ini, lebih banyak menghabiskan waktu mereka di dunia maya, seperti facebook-an, twitter-an, atau lain sebagainya. Atau seperti di kota-kota besar, sebagian pelajar menghabiskan waktunya untuk jalan-jalan ke tempat hiburan bersama dengan teman-teman yang lain, pergi ke mall dengan maksud bukan untuk membeli suatu kebutuhan atau keperluan lain, tetapi hanya untuk jual tampang, sambil memakai pakaian yang kurang sesuai dengan yang semestinya di Indonesia. Dan ini jugalah yang menjadi salah satu penyakit yang sangat sulit disembuhkan untuk setiap mahasiwa zaman sekarang ini adalah budaya gengsi. Menurut pengamatan penulis bahwa hampir sebagaian besar mahasiswa sangat sulit untuk menampilkan diri apa adanya. Mereka semua lebih membanggakan diri mereka dengan segala kecantikan, dan kegantengannya, yang didukung juga dengan kemajuan alat-alat elektronik canggih yang mereka miliki. Tetapi sangat disayangkan bahwa penampilan hanyalah tinggal penampilan semu. Sebab mereka yang demikian tidak mengetahui apa sebenarnya yang lebih utama dalam hidup dan masa depannya. Dan yang lebih parahnya lagi, yakni ketika menjelang ujian, banyak mahasiswa yang melakukan sistem SKS (sistem kebut semalam), atau juga saling mencontek satu sama lain, hanya untuk mengejar nilai. Sementara arti dari belajar bukanlah terletak pada sebuah nilai yang bagus, tetapi belajar pada umumnya berarti sebagai suatu kesempatan untuk mengetahui apa yang selama ini belum diketahui. Dan setelah mengetahuinya, berusaha untuk menerapkan dan membagikan apa yang dipelajari itu dalam kehidupan sehari-hari. Inilah arti seorang pelajar yang belajar. Belajar bukan hanya untuk sekedar nilai, tetapi belajar untuk memperoleh sesuatu yang lebih berguna dalam mencapai masa depan yang lebih cerah. Hal inilah yang perlu kita sadari, kita benahi kembali, yakni dengan belajar yang lebih serius lagi. Karena belajar sebagai seorang mahasiswa, merupakan salah satu tugas dan tanggung jawab kita sebagai seorang mahasiswa dan merupakan sebuah usaha dan perbuatan kita yang lebih nyata, dan sederhana dalam menegakkan HAM. Karena pada akhirnya, kita akan lebih mampu mengubah wajah Indonesia. Bahkan bukan lagi hanya sebatas persoalan HAM, tetapi juga dimensi-dimensi lain dalam segala seluk beluk kehidupan masyarakat Indonesia, misalnya keamanan dan kesejahteraan dalam setiap lapisan masyarakat. Semua mahasiswa tanpa kecuali, merupakan tulang punggung negara kita ini. Jika mahasiswa itu belum dan tidak mau sadar akan tugas dan panggilannya sebagai mahasiswa, yakni belajar, maka akan kembali kepertanyaan yang seperti dinyanyikan oleh salah satu band sekarang ini (Armada band) dengan lirik yang berbeda “mau dibawa kemana bangsa Indonesia ini. Atau kepada setiap mahasiswa sendiri, apa yang kamu cari sebagai seorang mahasiswa, dengan sikap gengsimu yang terlalu tinggi. Mungkin barangkali ada yang berkata, jika kita belajar terus menerus di bangku kuliah, yang terjadi adalah seolah-olah kita menutup mata akan setiap persoalan-persoalan yang terjadi, termasuk persoalan HAM. Bagaimana mungkin kita bisa membela HAM dengan belajar, tanpa ada suatu perbuatan atau tindakan!. Bila dilihat secara sepintas, memang akan menimbulkan kesan tidak berbuat apa-apa. Tetapi perlu diketahui bahwa belajar dalam artian bukan hanya mempelajari setiap mata pelajaran waktu kuliah, melainkan belajar dalam banyak hal. Seorang mahasiswa pertama-tama harus berani bersembunyi dalam pergulatan belajar, tidak menyia-nyiakan waktu atau masa pendidikan sebagai kesempatan untuk berfoya-foya. Atau sebagai kesempatan untuk menghabiskan harta orang tua yang hanya memiliki prinsip “yang penting kuliah”, tanpa pernah memperhatikan apa yang menjadi prioritas dari seorang mahasiswa. Dengan kesadaran sebagai mahasiswa yang belajar, justru nyatalah perbuatan dan usaha kita secara konkret dalam menegakkan HAM. Inilah satu langkah kecil dan sederhana dan yang sangat konkret bagi kita sebagai mahasiswa. Belajar dalam artian juga bukan hanya sekedar memperoleh IP tertinggi dalam suatu fakultas tertentu, tetapi bagaimana kita mampu menghidupi apa yang kita pelajari itu dalam hidup keseharian kita. Sehingga dengan kata lain, belajar bukan hanya untuk mengejar sebuah nilai, tetapi belajar menjadikan hidup kita menjadi lebih baik, sehingga pada akhirnya mampu membangun kembali masa depan yang lebih baik, baik untuk masa depan pribadi, juga bagi masa depan sesama. Dan terutama bagi masa depan masyarakat Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
Istilah
Hak Asasi Manusia dalam beberapa bahasa asing dikenal dengan sebutan droit de
l’home (perancis), yang berarti hak manusia, Human Rights (Inggris) atau mensen
rechten (Belanda) yang dalam bahasa Indonesia disalin menjadi hak-hak
kemanusian atau hak-hak asasi manusia.
2.
Sejarah
HAM dimulai pada saat berakhirnya Perang Dunia II. Dan, negara-negara penjajah
berusaha menghapuskan segi-segi kebobrokan daripada penjajahan, sehingga
pemikir-pemikir Barat mencetuskan konsep "Declaration of Human
Rights" (DUHAM) pada tahun 1948.
3.
Penegakan HAM tidak akan berjalan sesuai dengan yang
kita inginkan. jika saja kita sendiri sebagai manusia yang telah dikodrat atas
semua hak tidak ada upaya-upaya untuk penegakan HAM. Oleah sebab
itudiperlukannya upaya-upaya penegakan HAK-HAK, Yang mana hal ini adalah bentuk
perwujudan sikap responisasi terhadap HAM di indonesia.
4.
Mahasiswa memiliki peran besar dalam penegakan HAM di
Indonesia
3.2.Saran
Sebagai mahasiwa di harapkan
mengambil peran dalam penegakan HAM di Indonesia. Karena, Mahasiwa sebagai
generasi bangsa ini harus memiliki kepedulian terhadap HAM di Indonesia.
.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan.H.Dr.2012.Pendidikan
Kewarganegaran untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta : Gramedia Prayitno, Puji dkk. 2014 pendidikan
kewarga negaraan HAM
syukron materinya, sangat membantu
BalasHapusHow To Play Free Baccarat - FairPlay Casino
BalasHapusHere you'll find two games in the free games and play them for real money. kadangpintar The free online casino will give players a chance to try games 바카라 such as baccarat 제왕 카지노
Roulette by Sisal Casino Site - Lucky Club
BalasHapusRoulette by Sisal Casino luckyclub Site. Roulette by Sisal Casino site. Roulette by Sisal Casino site. Roulette by Sisal Casino site. Roulette by Sisal Casino site. Roulette by Sisal
The Best Casinos in North America
BalasHapusIf you are new to 영앤 리치 먹튀 casinos, to the popular slots bet365 배당 machines 호날두 주니어 like Cleopatra, Buffalo Wild 커뮤니티 사이트 and Super 8, where the dealer is the 넷마블포커 player